olahraga tenis di indonesia
Sejarah Tenis di Indonesia
Tennis mulai berkembang pada tahun-tahun 1920-an seiring kian banyaknya
murid-murid Indonesia memasuki sekolah ¬sekolah menengah, khususnya di
kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Mereka - umumnya para
siswa Stovia, Rechrsschool, dan -NIAS – yang pada perkembangannya
memperkenalkan olah raga ini ke kalangan yang Iebih luas. Tennis pun
mulai dimainkan atau dipertanding¬kan dalam kegiatan berbagai organisasi
pemuda di masa itu. Olah raga inipun mulai dilihat sehagai penghimpun
massa, terutama oleh kaum nasionalis yang mencita¬-citakan Kemerdekaan
Indonesia.
Perkembangan Tenis Indonesia semakin pesat terlihat dari keikutsertaan
tiga wakil pribumi pada semacam kejuaraan nasional yang diadakan oleh De
Alegemeene Nederland¬sche Lawn Tennis Bond (ANILTB) di Malang, Jawa
Timur, akhir 1934, dan mereka mampu berjaya. Di partai tunggal putra,
dua saudara Soemadi dan Samboedjo Hoerip maju babak final, yang
pertandingan akhirnya dimenangkan oleh Samboedjo. Yang lebih mengesankan
adalah dua partai berikutnya, yang memperagakan keunggulan anak jajahan
atas penjajahnya. Yang pertama, pasangan ganda putra Hoerip Bersaudara,
yang menggilas pasangan Belanda, Bryan/Abendanon, 6-3, 6-4 di final.
Juara ganda campuran juga diraih keluarga Hoerip, Samboedjo dan
Soelastri, yang mendepak pasangan "penjajah" , Bryan/Nn. Schermbeek,
6-4, 6-2 sekaligus mencetak gelar pemegang juara tumarnen ANILIB tiga
kali beruntun, 1932-19.34.
Prestasi ini tak ayal mendorong Indonesia Moeda mcngadakan Pekan olah
raganya sendiri, yang berlangsung pada tiap hari ulang tahun atau
pertemuan tahunannya. Tennis, tentu, termasuk di antaranya cabang-cabang
yang dipertandingkan. Salah Satu di antaranya yang dilaksanakan pada
Desember 1935 di Semarang - yang juga sekali¬gus menjadi saat
dicetuskannya pembentukan Persatuan Lawn Tcnnis Indonesia (PELTI).
Kejuaraan ini sendiri diprakarsai oleh dr. Hoerip yang diakui sebagai
Bapak Tennis Indonesia. menghimpun 70 petennis dari seluruh Jawa,
kejuaraan ini dipantau dan mendapat perhatian serius dari pihak
kolonnial Belanda. Itu tercermin dari pemuatan peristiwa penting olah
raga tennis tersebut dalam surat kabar De Locomotif 30 Desember 1935.
dengan Judul yang kalau diterjemahkan berbunyi : "Kejuaraan Tennis
Seluruh Jawa dari Pcrsatuan Lawn Tennis Indonesia" . Namun, di pihak
lain, ini juga berarti pengakuan pihak Belanda bahwa ANILTB telah
mendapatkan saingannya.
Tanggal 26 Desember 1935 kemudian dicatat sebagai hari lahirnya PELTI .
Gagasan pendirian PELTI sendiri, yang dikemukakan pada Kejuaraan Tennis
di Semarang itu. berasal dari Mr. Budiyanto Martoatmodjo. tokoh tennis
dari Jember - ia kemudian dianggap sebagai pencetak dasar utama
pendirian organisasi PELTI. Ketika mcnguraikan azas dan tujuan
pendiriannya ia mcngatakan bahwa PELTI, sebagaimana organisasi
kebangsaan lainnya, sama sekali "Tidak bersifat mengasingkan diri." Maka
PELTI akan selalu siap bekerja sama dengan persatuan tennis manapun dan
apa saja, asal atas dasar saling menghargai.
Diungkapkan pula. tujuan praktis utama PELTI adalah mengembangkan dan
memajukan permainan lawn tennis di tanah air dan bagi bangsa sendiri.
Dengan cara ini. Iebih jauh, diharapkan akan dicapai tali persaudaraan
yang erat di antara segala perhimpunan dan pemain tennis bangsa
Indonesia. PELTI juga akan menyebarluaskan peraturan permainan, memberi
keterangan dan bantuan dalam pembuatan lapangan tennis. Juga meng¬adakan
dan mengatur serta menyumbang bagi terlaksananya pertandingan, di
samping berusaha memasyarakatkan permainan tennis itu sendiri.
Gagasan pendirian PELTI mendapat dukungan yang memadai, khususnya di
kalangan yang berani mengambil resiko berhadapan dengan pemerintah
kolonial, termasuk dari kalangan yang terpandang. Di Semarang saja, para
simpatisan semacam itu tidak sedikit jumahnya. Misalnya: Dr. Buntaran
Martoatmodjo (yang kemudian, sejak 1935, menjadi ketua PELTI lima tahun
berturut¬-turut), Dr. Rasjid, Dr. Mokhtar, Dr. Sardjito, R.M. Soeprapto,
Nitiprodjo, dan beberapa lainnya. Dari Para tokoh berbagai kota
Iainnya, dukungan diwakili oleh: Mr. Budhiyarto Martoatmodjo (Jember),
R.M. Wazar (Bandung), Djajamihardja (Jakarta), Mr. Susanto Tirtoprojo
(Surabaya), Mr. Soedja (Purwokerto), Berta Mr. Oesman Sastroamidjojo,
ahli olah raga tennis yang namanya terkenal di Eropa.
Pada umumnya, mereka memandang simpatik gagasan Dr. Hoerip, yang
sebernarnya sudah dicetuskan sejak 1930, diilhami oleh berdirinya PSSI
pada 30 April tahun itu. Tapi para tokoh tadi berbeda pendapar dalam
beberapa hal, terutama mengenai saat yang tepat bagi pendirian Induk
organisasi tennis Itu. Dari berbagai sikap yang lahir - revolusioner,
moderat, plintat-plintut - akhirnya golongan tengahlah yang merupakan
mayoritas. Pengalaman pahit saat-saat pendirian PSSI tampaknya menjadi
cermin pembanding bagi para pelopor PELTI, hingga mereka memilih
bersikap Iebih hati-hati meng¬hadapi reaksi pemerintah Belanda - mereka
tentunya tidak senang melihat setiap kegiatan yang bersifat
mem¬persatukan kekuatan. Para pendiri PELTI tidak Ingin organisasi yang
akan mereka dirikan mati dalam kandungan. Itulah sebabnya PELTI baru
berdiri lima tahun kemudian, 1935.
Hingga sekarang meski tidak begitu populer olahraga tenis masih eksis di setiap kejuaraan lokal, nasional maupun Internasional.
Komentar
Posting Komentar